Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Agar Irigasi tidak di-subordinasi



Pelayanan irigasi adalah prasyarat utama produksi pangan, sebuah kebutuhan dasar manusia. Namun sering kali tenggelam dalam hasrat pembangunan yang menggila, terutama sejak otonomi daerah. Semua potensi dieksploitasi, hingga abai akan dampaknya pada irigasi. Pada saat musim hujan terjadi banjir dan musim kemarau terjadi kekeringan. Produksi pangan pun anjlok. Ibarat memburu barang mewah demi nafsu serakah namun lupa akan nasib lumbung pangan yang terancam musnah.

Di era otonomi daerah dalam iklim demokrasi, irama pembangunan ada di tangan para politisi. Mereka memiliki legitimasi dari yang mereka wakili. Urusan irigasi disub-ordinasi padahal sektor pertanian masih jadi andalan. Mereka berasumsi, sektor industri sangat seksi, sektor pertambangan sangat menjanjikan dan sektor pariwisata sangat mempesona. Akibatnya, semua sumber daya dikerahkan pada sektor-sektor unggulan mereka.

Insan irigasi mencoba bertahan, namun satu demi satu berguguran. Sebagian purna tugas sebagian yang lain memang dimutasi. UPT di wilayah dimerjer, bahkan dinasnya pun ikut dimerjer. Dengan dalih perampingan struktur, yang sebenarnya adalah kalah pamor. Semua "persenjataan" dilucuti untuk difokuskan pada sektor, (yang katanya) unggulan. Tak ada yang tersisa, bahkan "tongkat komando" pun diminta.

Fakta-fakta ini terjadi hampir di semua wilayah. Terbukti di forum-forum regional maupun nasional, nada-nada sumbang yang berkembang kurang lebih sama. Dalam ketidakpastian, setidaknya masih ada titik-titik terang.  Setidaknya ada 2 (dua) "pintu rahasia" yang disiapkan untuk keluar dari kemungkinan terburuk ini, yaitu Lembaga Komisi Irigasi (Komir) dan Dokumen Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi (RP2I).

Lembaga Komisi Irigasi

Lembaga  Komisi Irigasi adalah wadah para pelaku irigasi, terdiri dari unsur pemerintah dan unsur petani dengan proporsi 50:50.  Unsur pemerintah diantaranya adalah Bappeda, Dinas yang membidangi irigasi, Dinas yang membidangi tanaman pangan, dan institusi lain yang terkait dengan irigasi. Adapun unsur petani adalah keterwakilan seluruh petani melalui kelembagaan HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air). Lembaga ini berperan sebagai dapurnya kebijakan irigasi yang nanti disampaikan kepada kepala daerah.  


Dokumen Rencana Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi (RP2I)

Dokumen RP2I adalah semacam buku putih, laporan resmi tentang kebijakan irigasi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun selama periode kepemimpinan kepala daerah terpilih. Semua permasalahan yang bisa diatasi dalam 5 tahun diagendakan. Semua potensi dan sumber daya di data. Untuk selanjutnya menjadi program dan kegiatan yang bisa diimplementasikan dengan target yang terukur.

Urusan irigasi tidak bisa mengandalkan political will baru menjadi perhatian. Dalam hal ini sudah jelas, keterwakilan petani sebagai penerima manfaat irigasi bisa diakomodasi oleh komisi irigasi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai penerjemahan visi misi kepala daerah terpilih bisa disandingkan dengan RP2I sebagai dokumen RPJMD yang lebih detail pada arah kebijakan pengelolaan irigasi. Semoga 2 hal yang sangat vital ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Wallahu a'lam bi showab..
 

Posting Komentar untuk "Agar Irigasi tidak di-subordinasi"