Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengenang Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022


Pagi  ini dua tahun yang lalu. Tepatnya Minggu , 1 Oktober 2022, aku lagi bersepeda bareng anakku. Sebuah acara rutin kami tiap akhir pekan pagi. Kebetulan saat itu sembari menyambangi saudara yang berjarak sekitar 3 km dari rumah. Itung-itung olah raga, quality time, sekaligus silaturrahmi. Sambil istirahat sejenak, sesekali melirik anak-anak bermain, aku membuka HP. Betapa terkejut dan hampir tak percaya membaca berita menggemparkan, "Ratusan aremania meninggal", diantaranya adalah anak-anak dan remaja!. Aremania adalah panggilan supporter Club Bola Arema Malang.

Sebelum membaca lebih lanjut, pikiran ini mulai berasumsi, jangan-jangan bentrok antar suporter? Tapi mungkinkah mereka tega membunuh anak-anak? Sambil melirik anak-anak yang sedang asyik bermain, dan rasanya aku ingin memeluk mereka, aku mulai tap-tap judul berita untuk melanjutkan membaca lebih detail.

Berita lanjutannya tak kalah mengejutkan! Bagi yang baru terima info dan belum sempat baca koran detail, pasti sudah mengira telah terjadi pertikaian antar suporter. Bahkan ada yang bertanya di grup WA, "Teman-teman, aku lagi OTW ke Malang. Apa sekarang situasi sudah aman?" 

Seseorang menjawab, "Sangat aman, karena tidak ada satupun bonek disini." 

"Lho?! Katanya terjadi kerusuhan di Kanjuruhan?"

Begitulah contoh asumsi sekilas bagi orang yang belum baca berita secara detail. Bonek adalah panggilan supporter Persebaya. Jadi jelas, ini bukan kerusuhan karena pertikaian antar  suporter.

Dibagian yang lain, aku melihat foto deretan ambulan yang tak terhitung banyaknya, dalam keremangan cahaya lampu jalanan. Fotonya jelas tidak bisa memuat semuanya. Aku membayangkan, betapa saat itu adalah malam paling jahanam! 

Esok harinya, Senin, 2 Oktober 2022, melihat halaman depan koran Jawapos, tersentak oleh pemandangan yang sangat mengerikan. Terpampang jelas wajah anak-anak yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Hooi, bukankah ini sebuah pelanggaran etika jurnalistik?! Kamu kan bukan koran kuning?  

Entahlah. Rasa-rasanya, tak ada yang merasa pelu menggugat koran yang berusia 75 tahun itu. Atau aku yang salah. Mungkin hal-hal yang dulu tidak pantas, sekarang sudah menjadi pantas? Atau mungkin norma-norma di negeri beradab sedang tidak berlaku? Aku belum melihat koran yang lain seperti apa. Mungkin juga ikut berlomba menampilkan foto yang lebih mengerikan untuk menaikkan oplah.  

Hari-hari yang gelap itu terus meliputi bumi Kanjuruhan, karena setelah tragedi itu, satu demi satu korban kritis yang dirawat di rumah sakit dikabarkan meninggal. Tidak hanya media massa domestik tapi juga internasional. Tragedi sepak bola terbesar dunia bahkan mendahului peringkat sepak bolanya sendiri. Sungguh ironi!

Tak kalah ironinya adalah penegakan hukum dalam menangani tragedi kanjuruhan. Bahwa investagasi kasus itu sudah benar dengan menurunkan TGIPF (Tim Gabungan Independen Pencari Fakta) di ketuai Mahfud MD. TGIPF bekerja hanya sampai pada pengungkapan fakta saja, tidak sampai pada penegakan hukum. Proses penegakan hukum oleh aparat berwenang dinilai banyak pihak masih belum memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. Bahkan ada rencana, Stadion Kanjuruhan akan direhab.  

Satu nyawa saja sudah terlalu menyesakkan dada jika menjadi korban dalam sepak bola. Ini benar-benar mimpi terburuk yang pernah ada. Jangan sampai melupakan tragedi memilukan ini. Saat keluarga-keluarga berkumpul menikmati suasana malam minggu, tapi malah terjadi malapetaka yang luar biasa. Para orang tua yang mengajak anak-anaknya berangkat dengan ceria, tapi kemudian ibunya pulang sendiri karena seluruh anggota keluarganya menjadi korban.  Ya Allah.. Terlalu berat menerima kenyataan ini. Hanya kepada Allah lah satu-satunya tempat kita bersandar.

Belum lagi membaca berita belum lama ini, sebuah temuan ICW pada proyek pengadaan pelontar Gas Air Mata 2022 menelan anggaran Rp 49.860.450.000,- untuk 187 unit.  ICW menganggap harga tersebut terlalu mahal dari harga standar.  Tapi Polri menjelaskan bahwa jumlah pengadaan pelontar GAM ada 1.857 unit. Entah mana yang benar, yang jelas benda-benda itu dibeli dari uang rakyat! Sedih mengingat hal ini.

Pagi ini 2 tahun yang lalu, sejenak menundukkan kepala mengenang tragedi Kanjuruhan. Berdoa agar tidak terjadi lagi tragedi seperti ini. Berdoa agar semua pihak memperbaiki diri, dengan mengambil pelajaran. Berdoa agar yang bersalah dan teledor mendapatkan hukuman setimpal sebagai wujud tanggung jawab. Berdoa agar keluarga korban diberi kekuatan. Dan terutama berdoa bagi para korban meninggal, semoga damai disisi Allah. Sejenak hening sembari menelusuri nama-nama 130 korban meninggal bisa diklik disini.

Bahan Bacaan: 

Download Hasil TGIPF Tragedi Kanjuruhan 

https://www.liputan6.com/news/read/5088611/infografis-daftar-130-nama-korban-meninggal-tragedi-kanjuruhan-malang?page=2

https://www.washingtonpost.com/world/2022/10/06/indonesia-kanjuruhan-stadium-stampede-police/

https://www.pramborsfm.com/news/pintu-13-stadion-kanjuruhan-dan-jumlah-gas-air-mata-yang-renggut-nyawa

https://presisi.co/read/2022/10/07/6011/hujan-gas-air-mata-dan-misteri-pintu-yang-terkunci-di-kanjuruhan

https://nasional.kompas.com/read/2023/07/14/22380171/polri-angkat-bicara-soal-pengadaan-1857-perangkat-gas-air-mata-senilai-rp-49

https://nasional.tempo.co/read/1746140/icw-ungkap-pengadaan-perlengkapan-gas-air-mata-polri-yang-diduga-kemahalan

https://antikorupsi.org/id/kepolisian-harus-membuka-informasi-kontrak-pembelian-gas-air-mata

https://www.youtube.com/watch?v=eJYHCnU1Nuc

https://www.youtube.com/watch?v=nYjsaFGqRkI



Posting Komentar untuk "Mengenang Tragedi Kanjuruhan 1 Oktober 2022"