Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Secercah Cahaya itu bernama ICMI

 

Pelantikan ICMI Jember pada Sabtu, 13 Januari 2024 (2 Rajab 1445 H) kemarin adalah secercah cahaya dalam kegelapan yang pekat. Tidak peduli seberapa kecil dan jauhnya keberadaan cahaya itu, tetaplah menjadi sebuah harapan. Mungkin butuh waktu dan perjalanan yang panjang, tapi kita bisa menuju kesana dan meraihnya untuk menerangi kehidupan. 

Kehidupan berbangsa dan bernegara kita hingga saat ini masih dipenuhi (dan didominasi) oleh perebutan kekuasaan. Bukan sesuatu yang buruk seandainya tidak menabrak rambu-rambu. Sayangnya, medan pertempuran makin meluas hingga keluar dari koridor hukum (kesepakatan) manusia dan bahkan hukum alam. Tidak hanya berakibat disharmoni kehidupan sosial masyarakat berbangsa dan bernegara tapi juga disharmoni hubungan manusia dengan alam. 

Suasana makin gelap ketika suara-suara kebenaran hanya sayup-sayup terdengar dan tenggelam oleh hiruk pikuk perebutan kekuasaan. Kaum cerdik pandai dan cendekia seperti tidak terdengar suaranya. Sebagian dari mereka meramaikan hiruk pikuk perebutan kekuasaan, sebagian lagi justru menjadi tukang stempel kebijakan penguasa yang tidak bijak. 

Jika hukum manusia sifatnya dinamis, tidak demikian dengan hukum alam. Dengan kata lain, tidak ada revisi pada hukum alam. Pasal-pasalnya sudah melekat sejak alam ini diciptakan dan tetap berlaku sampai kapanpun. Pelanggaran terhadap hukum alam tidak hanya menimbulkan riak gelombang tapi bahkan banjir bandang dalam arti yang sesungguhnya. 

Semua teori yang telah teruji secara empirik dan seluruh perhitungan dalam ilmu alam, ilmu sosial, ilmu ekonomi, seharusnya tidak ditawar-tawar lagi atau diakal-akali demi kepentingan apapun. Sayangnya, kajian-kajian teknokratik yang ada hanya sebagai syarat saja. Sekedar ada dan formalitas. Program tetap harus berjalan seperti maunya penguasa yang syarat kepentingan tertentu. Skenario sudah matang, semua pemain dikondisikan, naskah akademik pun bisa disesuaikan.

Selain perebutan kekuasaan atas suatu wilayah daerah hingga tingkat pusat, juga perebutan kewenangan pada level pemerintahan. Sejak gerakan reformasi yang membuat antitesa pemerintah terpusat dengan otonomi daerah, tarikan kewenangan pun terus terjadi. Makin kesini, kewenangan daerah terus dikurangi. Banyaknya tingkat-tingkat kewenangan ini tidak diiringi dengan mekanisme yang jelas mengenai pertanggungjawaban terhadap kewenangan tersebut. Hal ini cukup menghambat pembangunan daerah dalam menjalankan roda pemerintahan.

Mengusung Asa Menuju 2045 bersama ICMI 

Jika berharap ICMI dapat mengubah situasi tersebut diatas tentu over ekspektasi. Barangkali lebih realistis adalah berharap agar suara-suara kebenaran dari para cendekiawan yang kompeten bisa dapat diperbesar volumenya. ICMI dapat lebih menajamkan, meng-amplifikasi dan membackup (suara) anggotanya. Berharap hal ini bisa mengurangi tensi perebutan kekuasaan yang kebablasan selama ini. Aturan kembali disempurnakan dan ditegakkan.  Kembali dibudayakan kajian akademis teknokratis yang mendalam dalam setiap penyusunan rencana strategis pembangunan yang nir kepentingan tertentu.

Yang perlu dipahami oleh semua pihak bahwa sumber daya alam bukan tak terbatas. Alam akan terus membuat keseimbangan baru jika terus dieksploitasi dan dibebani melebihi batas. Untuk itu, sebagai dasar kajian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jember perlu adanya kajian penyusunan dokumen Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan (D3TLH). Dokumen RTRW Jember 2015-2035 kemudian perlu diproyeksikan lagi ke 2045 sebagai acuan dalam menyusun RPJPD (20 tahun) yang nantinya dirinci menjadi RPJMD (5 tahun) demikian seterusnya. Selama kajian penyusunan dokumen diatas dilakukan sesuai kaidah teoritis  oleh ahli yang kompeten, tentu kita boleh berharap Jember berkontribusi dan tidak ketinggalan kereta dalam momen Indonesia emas 2045. Semoga.

Wallahu A’lam Bishawab

Posting Komentar untuk "Secercah Cahaya itu bernama ICMI"