Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Memperbaiki Tata Kelola Pembangunan Infrastruktur Desa




Pembangunan infrastruktur menjadi faktor utama bagi beberapa negara yang dengan cepat bertransformasi menjadi negara maju, seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Negara-negara industri kelas dunia ini sangat ideal karena tumbuh dengan berpondasi pada sektor pertanian yang kokoh. Dukungan infrastruktur yang menjangkau hingga wilayah terpencil membuat semua potensi dapat digali, diolah, diproduksi dan didistribusikan dengan sangat efisien. Tidak hanya potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia pun dapat dioptimalkan dengan adanya infrastruktur berkualitas yang mendukung terpenuhinya kebutuhan dasar warga.

Slogan “membangun Indonesia dari pinggiran” dengan memperkuat desa-desa menjadi sangat relevan dengan wacana di atas. Desa tidak lagi harus menunggu dari pusat, tapi dapat merumuskan sendiri rencana kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Kementerian Desa PDTT pun sudah memberikan arahan dan bahkan dengan menerjunkan tenaga pendamping desa agar pelaksanaan kegiatan dari Dana Desa sesuai ketentuan. Satu hal penting lagi, yaitu perlu arahan dari pemerintah kabupaten agar kegiatan desa dapat bersinergi dengan arah pembangunan Pemerintah Kabupaten. Banyak permasalahan akan bisa diselesaikan jika semua elemen bersinergi. Tentunya sesuai kewenangan masing-masing.

Mengedepankan aspek teknis

Kegiatan pembangunan infrastruktur membutuhkan SDM yang kompeten dan biaya relatif tinggi. Dalam struktur APBDes bahkan disinyalir mencapai 60 hingga 70 persen. Oleh karena itu, aspek teknis perlu terus didorong agar menjadi pertimbangan utama, mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi. Situasi di desa umumnya didominasi aspek sosial politik (lokal) dan budaya dalam pengambilan keputusan. Pemerintah kabupaten perlu mengatur hal ini sehingga pembangunan infrastruktur desa tetap terarah dan setidaknya tidak tumpang tindih dengan arah kebijakan pemerintah kabupaten. Infrastruktur desa yang terbangun diharapkan dapat memberikan solusi permanen, bukan solusi sementara apalagi hanya memindahkan masalah ke desa lain.


Tidak semua permasalahan dapat diselesaikan oleh desa karena sifatnya tidak terbatas administrasi desa. Masalah pengelolaan sumber daya air misalnya, seperti penyediaan air baku air minum, irigasi dan pengendalian banjir, harus ditinjau menurut DAS (Daerah Aliran Sungai). Apabila terjadi bencana, warga desa lah yang pertama terdampak. Untuk itu harus lebih proaktif dalam mencari solusi dan selalu berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten.


Skala prioritas pembangunan infrastruktur desa

Kebutuhan akan terbangunnya infrastruktur desa yang memadai tentu akan selalu berhadapan dengan keterbatasan anggaran. Untuk mempertemukan antara banyaknya permintaan dengan keterbatasan anggaran ini maka dibahas lah dalam musyawarah desa (baca: kompromi politik desa). Pertimbangan aspek teknis seringkali “suaranya tenggelam” dalam hiruk pikuk pergulatan tarik menarik kepentingan. Pemerintah kabupaten perlu memberikan koridor arahan sekaligus pengendalian agar perencanaan kegiatan pembangunan infrastruktur desa mengacu pada skala prioritas tertentu.

Prioritas pertama dan utama dalam pembangunan infrastruktur desa adalah mendukung pemenuhan kebutuhan dasar warga desa. Kebutuhan terhadap ketersediaan air bersih (air baku minum) misalnya, tidak bisa ditawar-tawar lagi. Demikian juga kebutuhan terhadap sandang, pangan, papan, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat kurang mampu harus menjadi prioritas utama. Infrastruktur jalan misalnya, bisa menjadi prioritas utama apabila peruntukannya mendukung akses untuk memenuhi kebutuhan dasar tersebut.

Prioritas kedua, yaitu infrastruktur desa yang mendukung ketahanan pangan. Ketersediaan pangan yang mudah diakses oleh semua warga desa perlu mendapat perhatian lebih. Pada saat stok pangan berlebih dapat diantisipasi dengan lumbung pangan yang dikelola oleh Bumdesa, misalnya yang sekaligus sebagai cadangan saat paceklik. Harapannya ketersediaan pangan relatif stabil sepanjang tahun dengan harga terjangkau. Infrastruktur desa yang mendukung produksi ternak dan ikan, baik tangkap maupun budidaya juga perlu difasilitasi sehingga pangan bergizi cukup memadai terutama bagi warga desa setempat.

Prioritas ketiga, yaitu infrastruktur desa yang mendukung pelestarian lingkungan. Aspek pelestarian lingkungan seringkali terabaikan dalam kehidupan serba instan ini. Akibatnya, cepat atau lambat kerusakan lingkungan akan menimbulkan kerugian yang tak ternilai. Pemerintah secara berjenjang di berbagai tingkatan harus terus mengawal kegiatan masyarakat yang berakibat terhadap kerusakan lingkungan. Infrastruktur desa yang mendukung pelestarian lingkungan misalnya sistem pematusan (drainase), sumur resapan, embung, kolam retensi dan sebagainya. Disamping itu, sistem persampahan juga harus diberikan panduan, sehingga selain dapat mengendalikan sampah sekaligus dapat memberikan keuntungan ekonomis dari hasil pengolahan sampah.

Prioritas keempat, yaitu infrastruktur desa yang mendukung pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif. Desa yang berstatus maju dan mandiri dipersilahkan untuk mengalokasikan dana desa di sektor ini, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adapun infrastruktur pendukung sektor ini misalnya membuat taman atau pusat keramaian yang dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi. Pusat keramaian juga bisa menjadi ajang ekspresi bagi para pelaku seni dan budaya.


Infrastruktur desa yang multiguna

Infrastruktur desa yang multi guna justru sangat diharapkan. Artinya bobot prioritasnya akan makin besar. Misalnya sebuah rencana infrastruktur jalan yang bertujuan memberikan akses pelayanan kebutuhan dasar bagi sebagian warga di dusun tertentu tapi sekaligus juga sebagai jalan usaha tani berarti akan menambah bobot prioritas. Dengan demikian diharapkan biaya yang besar dalam pembangunan infrastruktur desa ini setimpal atau bahkan sangat terasa manfaatnya.

Sebagai contoh, salah satu infrastruktur desa yang multiguna sangat baik menurut penulis adalah di Desa Tutul Kecamatan Balung. Ide awalnya adalah menyediakan parkir masjid yang berjarak 120 meter. Beberapa kegiatan kemudian menyusul, yaitu toilet umum, taman bermain, arena olahraga, dan tentunya pusat jajanan serba ada (Pujasera) untuk menumbuhkan UKM setempat. Hebatnya, Ruang Terbuka Hijau (RTH) tersebut didesain untuk dapat meresapkan air dengan cepat. Ini sangat bermanfaat terutama saat puncak musim hujan, dapat mengurangi potensi genangan air. Akan lebih baik lagi jika desainnya juga mempertimbangkan arah aliran permukaan (run off), titik-titik rawan genangan di sekitar, dan kesinambungan sistem drainase yang berakhir hingga ke sungai utama. Tentu pekerjaan ini akan bisa disempurnakan di kemudian hari sesuai dengan fenomena yang akan terjadi seiring berjalannya waktu.

Untuk mewujudkan sinergitas pembangunan, perlu dukungan data yang berbasis data spasial. Ketersediaan data spasial yang mudah diakses oleh para pemangku kepentingan dapat dijadikan acuan dalam mengawal pembangunan infrastruktur desa yang handal. Penggunaan teknologi informasi cukuplah yang sederhana dan familiar di masyarakat. Sedikit bimbingan teknis bisa dilakukan untuk para pelaksana kegiatan dan petugas lapangan. Tujuan akhir dari semua upaya ini, yaitu (1) mewujudkan infrastruktur desa yang handal dan bermanfaat secara berkelanjutan (2) meningkatkan kompetensi SDM untuk menuju desa mandiri, dan (3) mewujudkan pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan.

Artikel juga tayang di :

https://radarjember.jawapos.com/opini/05/10/2022/memperbaiki-tata-kelola-pembangunan-infrastruktur-desa/
https://titian.id/memperbaiki-tata-kelola-pembangunan-infrastruktur-desa/
https://jempolindo.id/memperbaiki-tata-kelola-pembangunan-infrastruktur-desa/

Posting Komentar untuk "Memperbaiki Tata Kelola Pembangunan Infrastruktur Desa"