Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Disaat pergantian pemerintahan, negara butuh kehadiran sosok negarawan

 



Kata “Pemerintah” dan “Negara” seringkali dianggap sama pada hari-hari biasa. Tapi pada momen-momen politik seperti ini, semestinya dua kata itu lebih mudah dibedakan. Pergantian Pemerintahan melalui proses demokrasi di negara republik ini menunjukkan bahwa rakyatlah yang berdaulat, bukan (rezim) pemerintah. 

Antara "Pemerintah" dan "Negara"
Bahasa Inggris membedakan  antara negara demokrasi dan negara monarki. Kata “government” digunakan untuk pemerintahan di negara demokrasi. Sedangkan kata “reign” untuk pemerintahan seorang raja di negara monarki. Akar kata “government”, adalah "to govern" yang jika dijadikan kata benda menjadi “governance” diartikan sebagai “tata kelola”. Beberapa makna bisa disematkan, yaitu menguasai, mengatur, mengawasi, mengelola, dan sebagainya, menjadi hak rezim pemerintah yang berkuasa untuk "meramu"-nya

Kata “negara” dalam bahasa Inggris adalah “state” untuk negara yang berdaulat, dan “country” untuk wilayah (negara) yang tidak berdaulat. Di negara monarki, raja menjadi simbol negara secara berkelanjutan dengan turun temurun. Hal ini tidak terjadi di negara demokrasi. Rakyat yang menentukan pilihan siapa yang dipercaya untuk memegang kekuasaan, tentunya melalui para politisi. 

Diantara para politisi terjadi  pergulatan politik untuk mendapatkan mandat dari rakyat. Seluruh politisi punya kepentingan. Bedanya, ada yang lebih mementingkan kepentingan tertentu, ada yang lebih mementingkan bangsa dan negara. Yang pasti, dan sangat mudah ditebak, semuanya akan berteriak lantang  sebagai  "yang akan berjuang demi rakyat, bangsa dan negara!" Semua akan mempertontonkan drama yang menarik diatas panggung politik. Adapun skenario drama-nya, hanya elit politik dan kroni-kroninya yang tahu. 

Politisi yang negarawan
Seorang negarawan akan menggunakan kekuasaan  sebagai alat (terutama) untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Tidak hanya di pucuk pimpinan, negara membutuhkan kehadiran sosok negarawan di setiap elemen bangsa. Semakin besar pengaruh yang dimiliki, semakin signifikan pula dampak yang ditimbulkan di setiap tindakan  dan kebijakannya.

Pada momen politik seperti saat ini bisa memberikan gambaran, bagaimana para politisi melancarkan berbagai intrik politik untuk meraih kekuasaan. Nasib bangsa dipertaruhkan. Tapi setidaknya, masih ada sosok-sosok negarawan yang mengawal  negara republik ini.  Salah satu contoh  kasus merebaknya skenario kotak kosong yang baru lalu. Ratusan  daerah terancam pilkada dengan calon tunggal. Hadirnya putusan MK No. 60/ 2024, membuat skenario tersebut tidak berjalan mulus. Meskipun masih tersisa 41 daerah yang tetap dengan kotak kosong. Mungkin timing putusan MK itu agak terlambat.

Upaya mengembalikan martabat demokrasi itu pun masih mendapat perlawanan dengan adanya usulan Sidang DPR yang akan membahas draft RUU Pilkada. Untunglah, perlawanan itu layu sebelum berkembang. Bagi politisi pendukung kotak kosong, mungkin ini sebuah kekalahan. Sebaliknya, bagi politisi yang kadernya tidak mendapatkan “kendaraan” untuk maju pilkada, ini sebuah kemenangan. Tapi bagi politisi yang memiliki watak negarawan, berada di pihak manapun, akan menganggap hal ini adalah sebuah keberhasilan mengembalikan Indonesia ke negara republik, bahwa kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat punya pilihan yang sepadan, putra-putra terbaik bangsa. Sebagai warga negara punya hak memilih dan dipilih. Meski keberhasilannya tidak 100 persen, momen ini menjadi pembelajaran yang sangat berharga.

Perilaku para penyelenggara negara ini, memberi gambaran bagaimana mereka memandang "kekuasaan".  Sering kali tidak cukup mengeruk kekayaan negara saja, tapi juga memperalat  aparatur negara untuk  kepentingan tertentu. Contoh paling ekstrim adalah penggunaan intelejen negara di luar kepentingan negara, seperti yang pernah saya tulis review buku "Intel oh Intel".

Salah satu intelijen menuliskan di blog dengan nama samaran Senopati Wirang. Isi blog diantaranya adalah curhat sang intelijen yang merasa wirang (malu) karena sebagai alat negara, institusinya malah diperalat oleh (rezim) pemerintah. Banyak upaya mengungkap dan menangkap Si Senopati Wirang, tapi selalu gagal. Blog itu kini telah dihapus, namun isinya telah dibukukan dan tak pernah diperjual-belikan. Lebih lanjut, silahkan klik tautan ini.    

Bagaimana dengan keberadaan kepala negara? Sebagai negara yang menganut paham presidensial, presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus menjadi kepala negara. Sebagai kepala negara lebih sebagai simbol, karena secara de facto hanya dijabat selama 5 tahun dan maksimal 2 periode. Kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara menjadi diskusi yang panjang. 

Siapa sosok negarawan? 
Negarawan adalah seorang pemimpin yang berkuasa untuk tujuan mengabdikan dirinya pada negara. Pemikiran dan tindakannya bertujuan mewujudkan cita-cita bangsa.  Sosok negarawan seharusnya dimiliki oleh tokoh-tokoh panutan, mengingat perannya bisa berdampak signifikan. Jika ia seorang politisi, tidak hanya konsen pada urusan menang kalah dalam perhelatan politik. Bagi dia, kepentingan rakyat jauh lebih penting diatas segalanya. Apalah artinya menang jika bukan representasi dari pilihan rakyat. Apalah artinya kalah jika itu adalah pilihan rakyat, apalagi sudah melalui perhelatan pilkada yang bermartabat. Menang dengan terhormat, kalah pun tetap terhormat. Pesta demokrasi yang berjalan dengan damai adalah tujuan akhir dari segala upayanya. 

Makna “negarawan” adalah pemimpin, tokoh politik yang disegani yang dalam banyak hal bertolak belakang dengan politikus (wikipedia). Sama-sama dapat meraih kekuasaan, tapi tujuan utama politikus adalah memenuhi kepentingan kelompok dan kroni-kroninya, sedangkan sang negarawan memiliki tujuan utama untuk kepentingan bangsa dan negara. Secara kasat mata, tindakan-tindakannya persis sama, tapi hasilnya (di akhir cerita) bertolak belakang. 

Pemimpin sejati adalah sang negarawan, karena dengan kekuasaan akan lebih mudah melakukan perubahan. Bagaimana jika tidak ada satupun pemimpin (elit politik) yang memiliki karakter seorang  negarawan? Apa yang dimiliki negara sehingga bisa tetap terjaga utuh?

Aparatur Negara sebagai Benteng terakhir  
Perlu diketahui, negara memiliki lambang negara, dasar negara, bendera, batas negara dan aparatur negara! Yang terakhir itulah yang menjadi tumpuan dan harapan terakhir untuk mengawal negara. Seluruh aparatur negara, mulai  sipil, militer, paramiliter maupun kepolisian, mereka telah bersumpah setia mengabdi pada negara. Bukan mengabdi pada (rezim) pemerintah, apalagi baru “calon” yang akan memerintah. Aparatur negara harus dapat membedakan antara pemerintah sebagai penyelenggara negara dan kepentingan politik tertentu. Aturan netralitas aparatur negara bukanlah mengada-ada, tapi memang sudah selayaknya. 

Aparatur negara yang memiliki tugas pokok yang erat kaitannya dengan komunikasi, informasi dan edukasi, wajib menjalankan tugas "mencerdaskan kehidupan bangsa” . Meskipun sebagai manusia normal memiliki kecenderungan pada pilihan (politik) tertentu, jangan sampai bertindak “membodohkan kehidupan bangsa”. Logika warasnya, “tidak ada manusia yang sempurna”. Jika membedah suatu masalah, haruslah proporsional dan profesional. Tenaga pendidik, penyuluh, pranata humas, dan fungsional sejenisnya adalah yang paling bertanggung jawab terhadap maju tidaknya peradaban bangsa ini. Fungsinya melekat pada tugas dan jabatannya. Padanya diberikan kewenangan untuk bersinggungan langsung dengan masyarakat. Masyarakat harus didorong untuk menggunakan logika waras, bukan sentimen negatif apalagi isu SARA. 

Penutup
Sebuah peradaban yang maju bisa terwujud apabila lebih banyak warganya yang berkontribusi positif. Berbagai elemen bangsa dapat berkontribusi positif dengan caranya masing-masing. Pengusaha, akademisi, wartawan, seniman, pejabat publik, dan berbagai profesi lainnya dapat berperan sebagai sosok negarawan.        

Manusia adalah makhluk yang berkepentingan, tak bisa dipungkiri. Dorongan berkuasa adalah sebuah keniscayaan. Sebagaimana dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup, aturan main harus ditegakkan agar semua bisa berjalan baik. Setidaknya, orang yang jahat tidak akan bebas melakukan kejahatan secara berkelanjutan, karena ada orang-orang lain yang tidak akan tinggal diam. Apakah akan digantikan oleh orang jahat yang lain atau orang yang lebih baik, itulah PR kita. 

Akhir kata, semoga pilkada serentak di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota ini bisa berjalan dengan baik, menghasilkan pemimpin-pemimpin yang amanah, yang mampu membawa daerah-daerah tersebut menuju baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.

Wallahu a’lam bishawab…..


Bahan Bacaan: 

Posting Komentar untuk "Disaat pergantian pemerintahan, negara butuh kehadiran sosok negarawan"