Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Catatan Kelam Stadion Kanjuruhan

Gate 13 menyimpan duka mendalam

Air mata ini kembali menggenang tiap kali mengenang kalian. Para aremania yang menjadi korban tragedi kanjuruhan. Sulit dipercaya, tragedi yang buruk ini benar-benar nyata terjadi. Sebanyak 135 meninggal, 33 diantaranya  adalah anak-anak. Usianya antara 4 sampai 17 tahun. Jumlah ini yang dirilis secara resmi. Jumlah yang sebenarnya terus diperdebatkan. Banyak korban meninggal yang langsung dibawa dan dikebumikan oleh keluarga sehingga tidak terdata. Ratusan korban luka-luka yang sedang dirawat yang kemudian meninggal menambah daftar panjang korban meninggal. Pihak aremania bahkan menyampaikan, lebih dari 200 orang meninggal dalam insiden tersebut. 

Air mata yang menggenang itu kini berlinang. Hati siapa yang tak hancur mengenang tragedi ini. Mereka yang meninggal kebanyakan karena kehabisan nafas akibat gas air mata dan terinjak-terinjak karena berebut pintu keluar stadion.  Tak bisa membayangkan bagaimana sedihnya orang tua yang ditinggal anak-anaknya, istri ditinggal suami, kakek yang ditinggal cucu satu-satunya, dan masih banyak lagi cerita sedih. Jutaan orang marah, sedih, terpukul dengan peristiwa yang di luar nalar ini. 

Malam itu sudah cukup larut. Sabtu, 1 Oktober 2022 diatas jam 10 malam, usai pertandingan Arema vs Persebaya, terjadi insiden mencekam. Bentrokan suporter dengan petugas. Ya, petugas pengamanan. Bukan suporter lawan, karena memang mereka tidak boleh ada di sana. Langkah ini sebuah upaya untuk meminimalisir kericuhan karena bentrokan antar suporter. 

Saksi bisu kisah pilu 

Merasa resiko pertandingan ini kecil atau bisa diabaikan, mereka yang menyelenggarakan pertandingan lalai. Dan terjadilah peristiwa tragis itu. Malam yang sangat kelam hingga dini hari dan hari pun berganti. Hari minggu kelabu diiringi tangis pilu. Tangis mereka yang telah kehilangan orang-orang tercinta. 

Hampir tak percaya tapi ini nyata. Jangankan melihat sisa peristiwa di depan mata, membayangkan pun terasa menyesakkan dada.  

Andai ini tidak terjadi, andai ini hanya sebuah skenario film. 

NoPeristiwaPro SuporterKontra Suporter
1Dua orang suporter lompat pagar, masuk lapanganmenyalami pemain, berfoto, menanyakan mengapa Arema bisa kalahbertindak anarkis
2Petugas menghardik 2 suporter tersebutPetugas sewenang-wenangmenertibkan penonton yang melanggar pagar pembatas
3Suporter lain masuk ke lapanganmelerai kekerasan petugas, menolong suporter dari tindakan kekerasan aparatturut melawan petugas
4Petugas melepaskan gas air mata ke tribunTdk boleh ada gas air mata di stadion, tribun tempat perempuan dan anak-anak, jauh dan tidak ada kaitan dg lokasi bentrokanSituasi panik
5Suporter berebut pintu ke luar kehabisan nafas dan terinjak-injak, terutama di pintu 13Gate 13 masih tertutup, gas air mata kedaluwarsa shg lebih mematikan-
6Suporter lain marah, terjadi kericuhan dan anarkis lebih hebat seperti perusakan mobil, 2 anggota polisi meninggal Petugas bertindak sewenang-wenang-

Panitia beranggapan pertandingan akan aman-aman saja, karena tidak ada suporter bonek (lawan).  Kelalaian ini menjadikan mereka menganggap sepele keselahan-kesalahan yang boleh jadi tidak akan terungkap jika tidak berujung sebuah kejadian naas itu. Akumulasi kesalahan yang berujung fatal:

  1. Pertandingan malam mengejar rating, prime time untuk LIVE TV 
  2. Over capacity stadion, kapasitas 38 ribu tapi cetak tiket 44 ribu (6 ribu tanpa kursi)
  3. Antusiasme dan fanatisme supporter sampai lompat pagar
  4. Ada gas air mata di stadion (melanggar aturan FIFA), (dalmas bisa dengan water canon)
  5. Tidak ada  kesepakatan prosedur pengamanan, terbukti polisi pakai SOP standar aksi demo.
  6. Petugas pengamanan tidak memahami karakter aremania, respon terlalu berlebihan.  
Kini yang tersisa hanyalah hiruk pikuk orang saling menyalahkan. Menganalisa, berteori, menyesali, menangis dan meratapi. Cerita-cerita sedih keluarga korban akan terus bergulir di media masa. Sampai rating-nya mulai melemah. Bagi keluarga korban, kehilangan mereka adalah selamanya.   
Jawa Pos 11Okt 2022
 
Sekilas melihat foto di atas bisa mengurangi luka di dada. Tapi sayang, begitu membaca beritanya, rasa sakit itu justruk makin naik berlipat-lipat.

Dalam korpres, polisi menyampaikan hasil temuan para petugas kesehatan, bahwa kematian para korban bukan karena gas kimia yang dihirup, tapi karena kekurangan oksigen. Disamping itu, penyebab kematian yang lain adalah karena berdesak-desakan yang kemudian terinjak-injak. Masih belum berhenti di situ. Dikatakan bahwa, gas air mata yang kedaluwarsa itu  membuat dampak buruk yang ditimbulkan  justru melemah. Masih tambah lagi, korban mendapatkan intimidasi. CCTV dihapus. 

Sebelum memaparkan temuan TGIPF, Mahfud MD menyampaikan agar semua pihak yang terlibat punya tanggung jawab secara moral. Bukan hanya membela diri dan berlindung dengan pembuktian secara hukum. Jika ini yang terjadi, semua akhirnya bisa lepas tanggung jawab karena bisa membuktikan bahwa ia tidak bersalah.Temuan TGIPF sangat jelas, bahwa Gas Airmata adalah penyebab utama tragedi kajuruhan.


Kontras juga menyatakan kekecewaannya atas hasil pertemuan antara Jokowi dan Presiden FIFA. Dampak menurunnya industri bola di Indonesia lebih dikhawatirkan dari pada duka para keluarga korban tragedi kanjuruhan.  

Siapa yang salah, biarlah berwenang yang bekerja. Siapa pun yang dihukum berat tak akan mengembalikan nyawa mereka kembali. Sekedar hanya meredakan sakit hati, karena rasa ketidakadilan dari keluarga korban. Mereka harus kehilangan anggota keluarganya untuk selama-lamanya. 

Dan fakta pun berbicara lain. Serangkaian vonis yang dijatuhkan pada 4 tersangka sejak pertengahan Maret 2023 sungguh di luar dugaan. Dua orang polisi divonis bebas dan satu polisi dihukum 1,5 tahun. Satu lagi ketua panpel dihukum 1,6 tahun.  



Sekali lagi, 
Berdoa untuk para korban dan keluarga
Pada akhirnya, berserah diri kepada Allah. Tidak sanggup lagi berfikir, bagaimana tragedi memilukan dan memalukan ini bisa terjadi. Bagaimana proses hukum seperti sandiwara. 

Diratapi bagaimana pun dan sampai kapan pun, mereka tak akan pernah kembali.
Kita harus melanjutkan hidup. Memberikan kontribusi untuk negeri. sekecil apapun. Memerangi kebodohan, kesewenang-wenangan dan ketidak-adilan. Dengan cara kita masing-masing. Selalu berharap agar tidak lagi ada tindakan bodoh dan keji.

Di setiap tindak tanduk anak-anak kita, adalah saat kita memberikan arahan dan bimbingan
Nak, janganlah kau trabas lampu merah. 
Nak, jangan kau lompati pagar, meski kau bisa lakukan dengan mudah. Pagar itu bukan tumbuh dari tanah, tapi sengaja dipasang sebagai pembatas. 
Nak, kalau kau diberi kewenangan jangan kau gunakan sewenang-wenang.
Nak, jangan abai dan lalai akan sebuah tanggung jawab yang kau emban.

Betapa kita sangat lemah,
Ya Allah, lindungi kami dari segala macam balak dan mara bahaya. Lindungi anak-anak kami, generasi penerus bangsa ini, yang kelak akan membangun negeri ini. Lindungi ayah ibu mereka karena tumpuan untuk meraih mimpi.

Aku bukan penganut gila bola. Tapi aku bisa memahami mereka. Menjadi aremania adalah panggilan jiwa. Tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Fanatisme bola pemersatu bangsa,  sama sekali bukan sebuah kesalahan. Hidup lebih bergairah ketika sebuah kegemaran dan kesenangan bisa diwujudkan dan turut mewarnai dalam berkarya. Mewujudkannya seharusnya cukup murah, mungkin seharga nonton bioskop dan makan malam bareng keluarga.  

Referensi :

Posting Komentar untuk "Catatan Kelam Stadion Kanjuruhan "