Air untuk Perdamaian
Tema Hari Air Dunia tahun ini adalah Water for Peace atau Air untuk Perdamaian. Dalam situs resmi UN-Water atau lembaga PBB yang menangani masalah air dinyatakan bahwa terdapat sekitar 3 milyar penduduk dunia yang tergantung pada air yang keberadaannya lintas batas negara. Kondisi ini bisa sangat membahayakan warga tersebut, apabila negara yang bersangkutan terjadi konflik.
Negara yang berada di hulu atau penyuplai air akan menjadikannya sebagai bargaining position. Contoh nyata adalah konflik Israel-Hamas, ketika pasokan air ke Gaza diblokade (disamping listrik dan bantuan makanan), air baku dijadikan Israel untuk menekan Hamas. Warga sipil Gaza makin menderita.
Selain terpenuhinya air baku minum, kebutuhan pangan juga merupakan faktor kritis yang dapat memicu konflik jika terjadi krisis. Sementara produksi pangan pun juga membutuhkan air irigasi. Masalah ketersediaan pangan seperti yang kita alami saat ini, didominasi oleh masalah air, yaitu bencana hidrometeorologi.
Fenomena El Nino membuat curah hujan bertambah hingga 40 persen karena bertepatan dengan musim hujan. Disusul akan datangnya fenomena La Nina, menurut BMKG pada bulan Juli mendatang, yang akan membuat cuaca akan cenderung kering. Musim hujan berikutnya diprediksi akan mundur. Ancaman krisis pangan, terutama beras, belum usai. Cuaca kering juga disinyalir sering memicu bencana karhutla. Problem utama ketersediaan air adalah too much, too little, too dirty atau terlalu berlimpah, terlalu sedikit dan terlalu kotor.
Menjaga keberfungsian DAS
Tingkat resistensi
terhadap cuaca ekstrim tergantung pada kehandalan fungsi Daerah Aliran Sungai
(DAS). DAS dikatakan berfungsi baik apabila mampu menahan dan menyimpan air
hujan ke dalam tanah sehingga menambah kembali (recharge) air tanah. Sebagian lainnya memancar sebagai mata air dan mengalir
sepanjang tahun. Kelebihan air akan terbuang ke laut secara alami karena
gravitasi bumi. Jika fungsi diatas menurun, bisa dilakukan rekayasa dari hulu
ke hilir sesuai kondisi, misalnya dengan infrastruktur konservasi ataupun
sistem drainase. Sayangnya, sebagian besar DAS di Indonesia dalam kondisi
buruk. Alih-alih menghadapi fenomena El Nino dan La Nina, pada puncak musim
hujan dan kemarau yang normal saja sudah timbul bencana banjir dan kekeringan.
Penataan Ruang DAS di Jember
Kabar baiknya,
sebagian besar DAS di Jember, kawasan hulu hingga hilir berada di wilayah
Jember sendiri. Kondisi ini memudahkan dalam melakukan penataan ruang wilayah
berbasis DAS secara komprehensif. Tinggal kemauan untuk melakukan kajian lebih
detail, menyusun sebuah rencana induk pengelolaan DAS, selanjutnya menjadi
acuan dalam kajian RTRW dan RPJMD.
Salah satu faktor kendala adalah koordinasi dengan provinsi, karena DAS-DAS di Jember berada di Wilayah Sungai (WS) Bondoyudo-Bedadung yang notabene kewenangan provinsi. Disamping itu, terdapat juga forum TK PSDA (Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air) Wilayah Sungai Bondoyudo-Bedadung yang seharusnya memiliki kajian tiap DAS yang berada di WS ini. Jangan sampai forum ini hanya pertemuan dari hotel ke hotel tapi tidak ada output yang layak diadopsi sebagai acuan perumusan RPJMD Jember. Kabupaten Jember lebih berkepentingan untuk melakukan penataan ruang dengan mengacu pada karakteristik masing-masing DAS.
Wilayah Jember dengan luas 3,3 ribu km persegi terdiri dari 4 DAS besar, dimana 3 DAS berada di wilayah Jember dan 1 DAS lagi melintasi perbatasan Jember-Lumajang. DAS terbesar yaitu DAS Bedadung 1,3 ribu km persegi, berikutnya DAS Mayang 1,1 ribu km persegi, terakhir DAS Jatiroto 432 km persegi. Wilayah paling barat Jember masuk DAS Bondoyudo, yaitu Kecamatan Sumberbaru, Jombang dan sebagian wilayah Kencong.
DAS Bedadung menjadi maskot Jember selain wilayahnya yang luas, juga karena 3 kecamatan kota Jember masuk di DAS ini. Hulu DAS Bedadung adalah lereng Gunung Argopuro dan Gunung Raung. Berikutnya adalah DAS Mayang dengan hulu berada di lereng Gunung Raung dan pegunungan di Kawasan TN Meru Betiri. Adapun DAS Jatiroto memiliki hulu pada bagian lain di lereng Gunung Argopuro.
Tiap DAS seharusnya dipetakan terutama spot-spot yang kritis yang bisa merusak fungsi DAS. Kelak 20 tahun ke depan atau menuju Indonesia Emas 2045, populasi Jember akan semakin padat dan tentunya perlu lebih ketat pengendalian tata guna lahan. Inilah pentingnya penyusunan rencana induk yang nantinya menjadi acuan RPJMD kabupaten Jember. Adapun DAS Bondoyudo karena letaknya melintasi batas wilayah administrasi Jember-Lumajang mau tidak mau harus komunikasi antar kabupaten dengan dimediasi oleh provinsi.
Penyusunan rencana induk pengelolaan DAS adalah salah satu upaya untuk berdamai dengan alam. Tema Hari Air Dunia tahun ini bisa dimaknai lebih luas, tidak hanya perdamaian antar manusia tapi juga dengan alam. Bencana alam yang terjadi bukan berarti alam memulai konflik, tapi karena alam harus menyeimbangkan diri akibat digerogoti oleh ulah manusia.
Geliat alam yang sedang menyeimbangkan diri ini jika terpaksa memakan korban adalah karena keteledoran manusia itu sendiri. Teknologi sudah sedemikian canggih untuk membaca alam ini, baik satelit, drone, UAV, dan berbagai alat analisa tapi tidak pernah menjadi prioritas untuk melakukan perubahan. Melalui peringatan Hari Air Dunia kiranya dapat menjadi momen penyadaran akan pentingnya tindakan nyata yang signifikan dapat menyelamatkan bumi ini dan kelak dapat dinikmati anak cucu kita.
Tampil juga di Radar Jember
Daftar baca:
https://www.liputan6.com/health/read/5420675/rs-indonesia-di-gaza-mampu-bertahan-4-bulan-meski-listrik-dan-air-diblokade-israel
https://www.unwater.org/our-work/world-water-day
Posting Komentar untuk "Air untuk Perdamaian"